Sembilan ASN Kemenkeu Tuntaskan Program Pendidikan di Harvard
Sembilan aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dikirim oleh Rajawali Foundation ke Harvard Kennedy School, Amerika Serikat, pada 10 November 2018 lalu, telah menyelesaikan kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang transformasi digital di salah satu kampus tertua di AS tersebut.
Pada kesempatan penutup, para peserta pendidikan mendapatkan paparan materi dari Profesor Emiritus bidang Ekonomi dari Universitas Boston, Gustav Papanek, yang mempresentasikan tentang peluang Indonesia dalam pemberantasan kemiskinan dan pencapaian tingkat kesejahteraan tinggi tahun 2045.
Presiden Rajawali Foundation, Jonathan Pincus, Rabu (28/11), mengungkapkan, pendidikan dan pelatihan ini diselenggarakan sebagai upaya meningkatkan kapasitas para pejabat di kemenkeu, khususnya yang terlibat langsung dalam upaya transformasi. Kegiatan pendidikan dan pelatihan di Harvard Kennedy School tersebut merupakan bagian dari Rajawali Leadership Program (RLP).
“RLP merupakan program pendidikan dan pelatihan kepemimpinan dan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik, yang diselenggarakan oleh Rajawali Foundation bersama Program Harvard Kennedy School,” jelas Jonathan.
Lebih jauh, Jonathan memaparkan, pihaknya sangat mengapresiasi langkah Kemenkeu yang saat ini terus mengupayakan reformasi birokrasi guna menjawab tantangan-tantang dunia terkini yang disebabkan oleh ketidakpastian dan perubahan yang konstan. Oleh karena itu, sebagai wujud dukungan terhadap upaya tersebut, Rajawali Foundation bekerja sama dengan Kemenkeu dalam meningkatkan kapasitas para pegawai dalam bidang transformasi digital.
“Wujudnya adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para pegawai yang terlibat langsung dalam upaya transformasi,” ujar Jonathan.
Reformasi Ekonomi Mayor
Kegiatan pendidikan dan pelatihan di Harvard Kennedy School digelar tanggal 12-17 November 2018. Di bagian akhir kegiatan, peserta mendapatkan materi berjudul “Indonesia Kaya” yang dipresentasikan oleh Prof Gustav Papanek. Selain menerbitkan berbagai buku dan menulis puluhan jurnal ilmiah di bidang ekonomi, selama karir akademisnya di Universitas Harvard dan Universitas Boston, Papanek juga memberikan nasihat kebijakan praktis kepada banyak pemerintahan di lebih dari 20 negara. Pada tahun 2014, didukung oleh Rajawali Foundation, Papanek menerbitkan buku berjudul “Pilihan Ekonomi yang Dihadapi Presiden Baru”.
Dalam presentasinya di hadapan sembilan peserta pendidikan dan pelatihan dari Kemenkeu, Papanek mengungkapkan, Indonesia berpeluang menggapai pendapatan per kapita hingga 16.900 dollar AS atau Rp 230 juta per tahun pada tahun 2045 (100 tahun kemerdekaan RI), atau empat kali lipat daripada tahun 2018, jika melaksanakan reformasi ekonomi mayor, dengan bertumpu kepada peningkatan ekspor industri manufaktur. Industri manufaktur berbasis ekspor menjadi aspek yang menentukan bagi ekonomi Indonesia, khususnya seiring sejumlah situasi yang dihadapi Indonesia, di antaranya: surplus tenaga kerja dan melonjaknya kebutuhan lapangan kerja baru yang produktif, melemahnya daya dukung ekonomi berbasis pertanian, membengkaknya defisit neraca pembayaran, serta jatuhnya harga dan cadangan komoditas berbasis sumber daya alam ekstraktif.
“Reformasi kebijakan diperlukan untuk meningkatkan ekspor manufaktur dari 70 miliar dollar AS pada tahun 2018, menjadi 130 dollar AS tahun 2024, dan 175 miliar dollar AS tahun 2045. Dalam hal ini, sektor manufaktur berbasis ekspor merupakan hal prinsip untuk menciptakan lapangan kerja produktif dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB),” papar Papanek.
Dia menyebutkan, ada lima pilar yang harus diambil pemerintah untuk mewujudkan reformasi ekonomi. Pertama, mendorong nilai tukar rupiah pada posisi yang aman (affordable)guna meningkatkan daya saing ekspor. Kedua, stabilisasi harga pangan, khususnya yang dikonsumsi oleh masyarakat berpendapatan menengah ke bawah guna mengurangi dampak inflasi dan menjaga daya saing. Ketiga, menyubsidi kebutuhan buruh, seperti papan dan transport, guna meningkatkan pendapatan riil buruh tanpa harus menaikkan upah buruh di perusahaan. Keempat, memprioritaskan pembangunan infrastruktur di wilayah di mana investasi sektor manufaktur dan pariwisata tumbuh pesat. Kelima, meningkatkan pendapatan negara untuk membiayai perubahan kebijakan lainnya.
Tanpa reformasi ekonomi mayor, Papanek memperkirakan ekspor Indonesia akan terus menurun tahun 2025 dan kian parah pada tahun 2045. Dampaknya, GDP terpuruk, dan Indonesia akan menghadapi problem serius dalam upaya penciptaan lapangan kerja produktif.
“Dengan reformasi kebijakan ekonomi mayor, pertumbuhan ekonomis secara signifikan akan lebih tinggi dari lima persen, angka yang secara tipikal diraih Indonesia pada kurun 2014-2018 ini. Hasilnya, penciptaan lapangan kerja produktif secara dramatis akan tumbuh pesat,” ungkapnya.
Tahap Kedua
Sementara itu, Direktur Eksekutif Rajawali Foundation, Agung Binantoro, menambahkan, secara total ada 18 ASN di Kemenkeuyang dikirim oleh Rajawali Foundation ke Harvard Kennedy School untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang transformasi digital. Tahap pertama, sebanyak sembilan orang, yang telah diselenggarakan pada bulan November 2018.
“Pada tahap kedua, bulan Februari 2019 mendatang, ada sembilan orang lagi yang akan kami kirim,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Agung juga mengucapkan selamat kepada salah satu alumnus RLP di Harvard Kennedy School tahap pertama, Sudarto, yang telah dilantik sebagai Pejabat Eselon I oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pada 21 November 2018, dengan posisi jabatan sebagai Staf Ahli Bidang Organisasi Birokrasi dan Teknologi Informasi. Sebelumnya, Sudarto menjabat sebagai Direktur Sistem Informasi dan Teknologi.
“Semoga dengan pengalamannya selama ini dan pengetahuan yang didapat selama program pendidikan dan pelatihan di Harvard, Pak Sudarto dapat berperan dan bertugas secara lebih baik bagi kemajuan bangsa,” ucap Agung.